#Tanpa Pamit
“Lain kali bilang dulu lu pake apa biar gue bisa tau gue harus bawa kendaraan apa.” dumel Julian.
Amara mendengus sebal, “Ya di apart gue adanya ini yaudah dong gue pake.”
Julian tidak keberatan dengan penampilan Amara malam ini, hanya saja tidak tepat ketika ia membawa kendaraan roda duanya itu.
“Ra, mau kejengkang?” tanya Julian sembari menyalakan motornya.
Amara tahu maksud Julian, ia mengalungkan kedua tangannya dipinggang Julian. Rasanya sangat aneh, mulut Amara terasa kaku sehingga di perjalanan mereka hanya menikmati angin malam tanpa ada suara dari keduanya.
Setelah sampai tempat yang dimaksud Julian, Amara melihat sekelilingnya, ia merasa bahwa hari ini mereka memang benar-benar akan makan malam secara formal.
“Ini romantis banget tempatnya!” seru Amara.
Julian tersenyum, ia sengaja membawa Amara ke tempat seperti ini karena ia ingin meminta maaf secara tulus perihal sikapnya dimasa lalu.
“Duduk ra, jangan keliatan noraknya.” canda Julian.
Tak lama makanan pun datang, Amara yang bingung karena dirinya belum memesan apa-apa namun makanannya sudah dihidangkan pun akhirnya bertanya, “Ini lu nyiapin semuanya ya?”
Julian mengangguk, “Gue lakuin ini karena mau minta maaf dengan tulus aja, gue gak mau orang punya dendam sama gue.”
“Kan gue bilang yan, dulu mah dulu gak usah dibawa serius, lagian juga masih bocah ingusan kan dulu belum ngerti apa-apa.” tutur Amara.
“Gue gaenak aja sama lu, tiap gue ketemu temen-temen SD tuh mereka ngebahas itu mulu.” kata Julian merasa menyesal dengan perilakunya.
Amara memukul lengan Julian, “Santai aja sih.”
Mereka melanjutkan makannya tanpa bersuara, selesai makan Amara izin ke toilet, ia ingin merapikan penampilannya kembali.
Selang beberapa menit Amara ke toilet, ponsel milik Julian berdering terus-menerus, Julian memeriksa ponselnya itu dan terpampang lah nama kontak Ela'24 yang artinya Naela sudah menelpon Julian berkali-kali, “Anjing, gue lupa.”
Setelah melihat ponselnya, tanpa mengangkat telepon tersebut Julian bergegas pergi bersamaan dengan Amara yang keluar dari toilet.
“Ian kenapa panik banget?” tanyanya pada diri sendiri.
Amara mencoba menghubungi Julian namun tidak ada hasil, teleponnya tidak dijawab bahkan pesan Amara hanya dibaca saja.
“Ini gue ada salah apa ya? kenapa ditinggalin gitu aja?” Amara merasa heran.
Satu jam berlalu tapi tidak ada kabar dari Julian, ia benar-benar pergi meninggalkan Amara tanpa pamit.
Amara berjalan menuju kasir berniat untuk membayar namun ternyata sudah dibayarkan terlebih dahulu oleh Julian. Amara tidak mengerti inginnya Julian, ia meminta imbalan atas pertolongan yang ia berikan beberapa hari lalu, sudah Amara setujui keinginannya namun ia malah meninggalkan Amara sendiri.
Amara mencoba memesan taksi online, sayangnya tidak ada yang menerima. Kini jam tangan milik Amara menunjukkan pukul sepuluh malam.
Amara menghela nafas menahan kekesalan pada Julian, “Tau gitu gue bawa mobil sendiri aja.”