uwooskyes

Lonceng pintu berbunyi menandakan ada seseorang yang datang, Abimanyu dan Fauzan datang bersamaan.

Sudah 2 minggu lebih Kalana tidak bertemu atau bahkan berkomunikasi dengan Abimanyu, ia terlihat sedikit berbeda dari biasanya.

Kalana menghampiri Fauzan terlebih dahulu, “Lu mau apa?”

“Gue gampang, noh temuin cowok lu dulu.” ucap Fauzan sembari mengibaskan tangannya seperti mengusir Kalana dari tempatnya.

Kalana pasrah, ia menghampiri Abimanyu yang kini sedang berdiri di dekat etalase, rasanya sangat aneh, mereka berpacaran tetapi sudah lama tidak bertemu dan berkomunikasi membuat Kalana canggung berbicara dengan Abimanyu.

“Ada lagi yang dipesen kak?” tanya Kalana.

Abimanyu menatap Kalana, “Roti abon sama cheese cake strawberry satu ya.”

Tidak sengaja Kalana bertemu dengan mata indah milik Abimanyu, ia masih bisa merasakan ketulusan sang pacar.

“Ini kak.” ujar Kalana sembari memberi bingkisan pesanan Abimanyu.

“Makasih Kalana,” jeda Abimanyu.

“Boleh ngobrol sebentar?” tanya Abimanyu.

Kalana sedikit terkejut mendengar itu, “Boleh, mau di ruangan aku?”

“Di mobil aja.” kata Abimanyu.

Setelah itu, Abimanyu dan Kalana berjalan menuju mobil Abimanyu.

Tidak ada yang memulai percakapan terlebih dahulu, Abimanyu hanya menatap diam perempuan nya yang sangat ia rindukan.

Kalana memberanikan membuka suara dengan melontarkan pertanyaan yang cukup membuat Abimanyu terkejut, “Itu bayi kamu?”

Abimanyu terdiam cukup lama, “Maaf Kalana, nanti aku jelasin semuanya kalo waktunya udah tepat,”

Abimanyu meraih tangan mungil milik Kalana dan mengenggam erat tangan itu, “Percaya aku, tolong percaya aku kalo cuma kamu yang benar-benar aku cinta.”

Air mata yang Kalana tahan-tahan sedari tadi akhirnya tumpah, sungguh menyakitkan untuk Kalana.

Ketika Kalana meminta penjelasan perihal hubungan Abimanyu dan Eliza, Abimanyu selalu memilih untuk tidak menjelaskan entah ada apa dengan mereka kini hanya mereka berdua yang tahu. Ah, Jevan juga mengetahui itu.

#Jevan dan rahasianya

“Cafe mana kak?” tanya Kalana sembari memakai sabuk pengamannya.

“Gue juga gak tau sih, kalo misal kita jalan-jalan aja sekalian drive thru MCD mau gak?” tanya balik Jevan.

Kalana mengangguk seakan-akan setuju, “Boleh tuh.”

Setelah memutuskan apa yang akan mereka lakukan, suasana kembali hening dan canggung.

Jevan membuka pembicaraan terlebih dahulu, “Gimana?”

Kalana menengok ke arah Jevan, “Maksudnya gimana?”

“Iya, sama Abimanyu gimana?” tanya Jevan.

Kalana menatap ke depan kembali, “Udah 2 minggu lebih belum ngejelasin apapun itu,”

“Kak abim jarang pulang kata ibu.” tambah Kalana.

Jevan menggelengkan kepalanya, “Ini bukan Abimanyu banget.”

“Untung ibu gak lihat dia waktu di supermarket itu,” kata Kalana, “Kak abim bawa roda bayi dan ada Eliza di samping kak Abimanyu.”

Jevan menginjak rem mendadak sesaat mendengar ucapan Kalana, “Bayi?”

“Lu liat itu?” tanya Jevan memastikan Kalana.

Kalana menggelengkan kepalanya, “Gue juga berharapnya salah liat kak tapi sayangnya gak, bahkan dia sempet chat gue nanya kalo itu gue atau bukan tapi setelah itu langsung dihapus.”

Kalana melihat Jevan mengenggam erat setir mobilnya mungkin ia menahan emosi.

“La, kalo udah gak tahan dan gak kuat lu boleh mundur la, gak perlu nunggu penjelasan basi itu, lu pantes dapetin bahagia la.” kata Jevan.

Kalana tidak menjawab melainkan hanya tersenyum saja.

“Walaupun gue yakin Abimanyu punya alasan kenapa dia bersikap kaya gini, tapi seharusnya apapun alasannya itu gak pantes lu terima karena dasarnya itu nyakitin lu la.” tutur Jevan.

Jevan tidak menyangka Abimanyu memilih menuruti keinginan Eliza, ia pikir Abimanyu akan menolak keinginan itu.

#Babeh

Sekarang Gya berada di babeh, tongkrongan anak smandu yang biasanya didominasi oleh laki-laki.

“Gimana ceritanya gi?” tanya Mario—kakak kelas Gya.

“Gue juga gak tau kak tiba-tiba mereka nyamperin gue terus kayak sengaja nyenggol gue dengan motor mereka.” jelas Gya.

“Gue curiga sih dari mana tuh anak SMAGA tau kalo lu anak SMANDU, kan lu lagi gak pake seragam dan gue pikir juga pertemanan lu gak seluas sampe ke SMAGA kan.” tutur Mario.

Gya mengangguk merasa omongan Mario benar, “Van pelan-pelan kek.”

Devan yang sedang mengobati luka kaki Gya pun sudah pasrah karena sedari tadi ia dipinta pelan-pelan padahal ia melakukannya sudah sangat pelan.

Athar dan Mirza baru sampai, mereka segera masuk ke dalam untuk melihat keadaan Gya, mereka berdua terkejut melihat lukanya karena bisa dibilang lukanya lumayan banyak walaupun hanya kecil-kecil.

Mirza duduk di samping Gya, “Gi yaallah ini mah bukan di serempet anjir tapi ditabrak,”

“Anjing nih SMAGA, ayok dah bantai.” emosi Mirza.

Mario menahannya, “Ja santai dulu, ini mana sih temen lu si Haikal.”

“Otw bang katanya.” kata Athar.

Athar mendekati Gya, “Sakit gi? lu mau pulang sekarang aja?”

Gya mengangguk, “Gue takut thar.”

Sesungguhnya Gya sudah sangat takut sekali dengan masalah seperti ini, ingatan buruk miliknya selalu terputar dan membuat sekujur badan Gya gemetaran.

Athar yang paham kondisi Gya pun langsung izin membawa Gya pulang, saat Gya menunggu Athar mengambil motornya di parkiran, ia bertemu dengan Haikal bahkan mereka menatap satu sama lain.

“Gi? gapapa?” tanya Haikal yang berhenti sejenak.

Gya hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Haikal padahal dalam hatinya berbicara, “Lu gak punya mata apa gimana dah kal gak liat kali kaki ama tangan gue luka gini, masih aja sempet nanya gapapa, bego.”

#Parkiran belakang

Dari kejauhan Gya sudah melihat bahwa di parkiran ada orang yang ia sedikit benci, Haikal namanya, si cowok tidak jelas dan tidak berprinsip menurut Gya.

“Athar.” panggil Gya.

Semua yang ada di parkiran menengok ke arah Gya memberi tatapan heran mengapa ia berani ke parkiran belakang sekolah yang biasanya anak perempuan sengaja menghindari parkiran legend itu.

Athar langsung mengeluarkan motornya dari tempat itu, “Gue nganter Gya dulu ntar nyusul ke babeh.”

“Gi, kok minta anterinnya sama Athar dah, gak sama Haikal aja nih.” goda Mirza dengan muka tengilnya itu.

Gya tidak mejawab perkataan Mirza, ia hanya menatap sinis terhadap laki-laki itu sembari menaiki motor kesayangan si Athar.

“Et galak banget si Gya.” bisik Mirza setelah Athar dan Gya pergi dari tempat itu.

Gya, Athar, dan Mirza memang sudah kenal sejak mereka duduk dibangku Sekolah Dasar bahkan sampai sekarang mereka selalu satu sekolah maka dari itu mereka sangat dekat bahkan keluarga mereka pun sudah saling mengenal.

#Bian, taman, dan kegagalan

“Lu cantik juga ternyata kalo dandan feminim gini.” ucap Bian.

Naresha memukul pelan Bian, “Kalo biasanya gak cantik gitu?”

“Cantik, cantik tapi ini lebih cantik gitu.” puji Bian.

Naresha tersipu malu, “Iya makasih.”

Mereka pun duduk di bangku yang sudah disediakan, suasana seperti ini membuat Naresha sangat nyaman sekali, angin sepoi-sepoi membuat rambut Naresha melayang seperti sedang iklan shampoo.

Taman ini cukup ramai dari biasanya, mungkin karena hari ini cuacanya sedang bagus maka dari itu banyak orang yang berkunjung ke taman ini.

“Kalau kita kalah gimana?” tanya Naresha.

“Ya gak gimana-gimana,” jawab Bian.

“Kita kalah gak bikin hidup kita jadi berantakan.” lanjut Bian.

Naresha sedikit kesal dengan jawaban Bian walaupun sebenarnya jawaban Bian adalah jawaban yang sangat realistis, Naresha adalah orang yang sangat perfeksionis, ia tidak mau kalah dalam bidang apapun, ia memiliki semangat yang tinggi dan ambisi yang melampaui batas sedangkan Bian adalah orang yang cenderung pasrah, ia belajar semampunya dan untuk hasilnya ia serahkan pada yang maha kuasa, ia tipe orang yang santai dan menurutnya kegagalan adalah sebuah hasil yang sangat wajar.

Bian sadar Naresha terdiam karena jawabannya tidak memenuhi ekspektasi Naresha, “Res, kalah itu wajar tau, namanya kompetisi lomba ya pasti ada kalah dan menangnya,”

“Kegagalan bukan suatu hambatan buat kita jadi lebih baik dikompetisi selanjutnya, kalah bukan hal yang memalukan. kalah juga bukan berarti kita gagal sepenuhnya, kalah juga bukan berarti kita gak bisa menang, kita kalah itu karena ada kesalahan nah dari kesalahan itu lah kita harus belajar lagi biar diselanjutnya kita bisa jadi yang lebih baik, kalah itu gapapa Resha.” tutur Bian.

“Gue gak biasa sama kalah Bian.” ucap Naresha dengan mata yang berbinar.

Bian merubah posisi duduknya dan menatap ke arah Naresha, “Kita hidup bukan cuma tentang menang dan kalah, kita harus terbiasa dengan apapun kondisinya, sama kaya yang gue bilang dichat bahwa kita gak bisa fokus disatu hal aja, kita gak bisa fokus sama kemenangan kita aja, nasib itu berputar res jadi gak selamanya lu merasakan kemenangan dan gak selamanya juga lu ada dikegagalan. Akan selalu ada pelajaran yang dapat kita petik dalam setiap kekalahan, kalo lu fokus harus menang tapi lu lupain kekalahan itu fatal tau karena kalo lu kalah nanti lu bingung harus bersikap gimana, pasti sedih berat cuma karena merasa dikalahkan padahal itu hal yang biasa. Di dunia ini gak cuma ada lu dan gak berpusat di lu.”

Air mata Naresha turun satu persatu, “Bian mah bikin sedih.”

Bian tersenyum, ia merenggakan tangannya dan memeluk Naresha, “Kalo kalah, kita kalah berdua, lu gak sendiri, sampai kapanpun lu gak akan sendirian,”

“Ada gue di samping lu.” tutur Bian mengelus rambut Naresha.

Hari ini banyak hal yang Naresha dapatkan dari Bian, rasanya Naresha ingin berterima kasih dengan sekolah dan bu Rahma karena sudah mempertemukan dan memperkenalkan ia dengan laki-laki seperti Biantara Giovanny.

#02

Sore ini Diva akan menghadiri pernikahan clientnya, selama ia menjadi designer baru kali ini ia diundang ke pernikahan clientnya sendiri.

“Ini yang ngundang gue kayanya mau balik modal dah, kan dia bayar gue nih terus gue kondangan ke dia otomatis dia dapet duitnya lagi,” bisik Diva sembari rapi-rapi.

“Eh suudzon aja dah gue.” sadar Diva.

Kini ia sudah rapi dan siap berangkat, “Aduh jagoan bunda ganteng banget.”

Devano tersenyum, “Bunda juga cantik.”

Diva mencium dan menatap anak kesayangannya, bagi Diva, Devano segalanya, apapun yang Devano inginkan Diva selalu berusaha mendapatkannya.

Setiap kali Diva memandangi Devano, rasa lelahnya seketika luntur, Devano sudah menjadi alasan Diva untuk tetap hidup.

Sesampainya mereka di tempat acara yang diselenggarakan, Diva mengisi buku tamu dan langsung menuju panggung pengantin untuk bersalaman.

“Halo, happy wedding ya kalian.” tutur Diva yang menggandeng Devano.

“Ih kakak dateng hehe, makasih loh kak udah dateng.” ucap mempelai perempuannya.

“Halo boy, halo div, makasih ya udah dateng.” kata mempelai laki-lakinya.

Setelah salaman, Diva ingin mengambil ice cream untuk Devano namun Devano malah melepaskan genggaman tangan Diva, “Papa!”

Diva menengok, “Devano, jangan kaya gitu.”

“Itu papa.” tunjuk Devano ke arah 2 laki-laki yang sedang bercengkrama.

Devano lari menuju laki-laki itu, “Papa.”

“Yaallah Devano,” ucap Diva.

Betapa terkejutnya Diva melihat orang yang dimaksud Devano, “Kamu?”

#01

“Kath itu Vano.” tunjuk Diva yang melihat Devano keluar dari gedung kantor yang mungkin ini milik David.

Diva memutuskan untuk keluar dari mobil dan berteriak memanggil Devano, “Vano sayang.”

David menengok, “Itu mama kamu?”

Devano mengangguk dan berlari ke pelukan Diva, “Anak bunda maaf ya, tante Kath nakal nanti bunda marahi dia.”

Devano menarik tangan Diva menuju tempat di mana David terdiam, “Bunda, ini papa David.”

Diva sedikit terkejut mendengarnya, “Hush, panggilnya om sayang.”

“Tidak, Vano mau papa David.” rengek Devano.

“David.” kata David sembari memberi tangan untuk mengajak salaman Diva.

Diva menarik tangan David dan menjauh sedikit dari Devano, “Pertama nih gue mau bilang makasih, tapi jangan seenaknya nyuruh anak gue manggil bapak ke lu dong,”

“Kalo dia ngerengek mulu minta ketemu sama lu gimana, udah jangan sok jadi relawan buat anak gue.”

“Makasih lu ini ikhlas gak sih sebenarnya?” tanya David.

“Ya ikhlas.” jawab Diva.

“Anak lu juga masih kecil kali jadi besok paling udah lupa.” kata David sembari meninggalkan Diva.

David memeluk Devano, “Nanti kita main lagi ya little bro.”

“Siap papa,” ucap Devano dengan senyuman merekah.

“Bunda, vano punya papa.” lanjut Devano sembari menunjuk ke arah David yang sedang masuk mobil.

Diva heran apa yang David berikan sehingga Devano hari ini terlihat senang sekali bahkan ia bilang kalau hilang kali ini sangat menyenangkan. Memang ini bukan pertama kalinya Devano menghilang, ia sudah terlalu sering menghilang sehingga Diva memberinya name tag yang berisi nama orang tua dan nomor telepon orang tua.

“Kath itu Vano.” tunjuk Diva yang melihat Devano keluar dari gedung kantor yang mungkin ini milik David.

Diva memutuskan untuk keluar dari mobil dan berteriak memanggil Devano, “Vano sayang.”

David menengok, “Itu mama kamu?”

Devano mengangguk dan berlari ke pelukan Diva, “Anak bunda maaf ya, tante Kath nakal nanti bunda marahi dia.”

Devano menarik tangan Diva menuju tempat di mana David terdiam, “Bunda, ini papa David.”

Diva sedikit terkejut mendengarnya, “Hush, panggilnya om sayang.”

“Tidak, Vano mau papa David.” rengek Devano.

“David.” kata David sembari memberi tangan untuk mengajak salaman Diva.

Diva menarik tangan David dan menjauh sedikit dari Devano, “Pertama nih gue mau bilang makasih, tapi jangan seenaknya nyuruh anak gue manggil bapak ke lu dong,”

“Kalo dia ngerengek mulu minta ketemu sama lu gimana, udah jangan sok jadi relawan buat anak gue.”

“Makasih lu ini ikhlas gak sih sebenarnya?” tanya David.

“Ya ikhlas.” jawab Diva.

“Anak lu juga masih kecil kali jadi besok paling udah lupa.” kata David sembari meninggalkan Diva.

David memeluk Devano, “Nanti kita main lagi ya little bro.”

“Siap papa,” ucap Devano dengan senyuman merekah.

“Bunda, vano punya papa.” lanjut Devano sembari menunjuk ke arah David yang sedang masuk mobil.

Diva heran apa yang David berikan sehingga Devano hari ini terlihat senang sekali bahkan ia bilang kalau hilang kali ini sangat menyenangkan. Memang ini bukan pertama kalinya Devano menghilang, ia sudah terlalu sering menghilang sehingga Diva memberinya name tag yang berisi nama orang tua dan nomor telepon orang tua.

#K.A02

“Cantik.” bisik Abimanyu tepat ditelinga Kalana.

Kalana bergidik geli, kini ia selalu dibuat kaget dengan sikap laki-lakinya itu.

Di mobil, suasananya sangat tenang sekali, mereka berdua hanya diam-diam an setelah Abimanyu memuji Kalana.

Tangan Kalana bergerak mennyalakan radio mobil agar tidak terlalu sunyi.

W.H.U.T – Aisha Retno

“Aduh kenapa ini lagu sih.” bisik Kalana

I just wanna hold you tight (I just wanna hold you tight)

“Malam ini, mau?” tengok Abimanyu.

“Apa?” bingung Kalana.

“Peluk.” ucap Abimanyu.

Lagi-lagi ucapan Abimanyu membuat Kalana salah tingkah.

Kalana memukul pelan bahu Abimanyu, “Kak stop ah, ini bukan Abimanyu banget.”

Abimanyu tersenyum, ia sangat suka melihat pipi Kalana merah merona.

#K.A02

“Cantik.” bisik Abimanyu tepat ditelinga Kalana.

Kalana bergidik geli, kini ia selalu dibuat kaget dengan sikap laki-lakinya itu.

Di mobil, suasananya sangat tenang sekali, mereka berdua hanya diam-diam an setelah Abimanyu memuji Kalana.

Tangan Kalana bergerak mennyalakan radio mobil agar tidak terlalu sunyi.

W.H.U.T – Aisha Retno

“Aduh kenapa ini lagu sih.”

I just wanna hold you tight (I just wanna hold you tight)

“Malam ini, mau?” tengok Abimanyu.

“Apa?” bingung Kalana.

“Peluk.” ucap Abimanyu.

Lagi-lagi ucapan Abimanyu membuat Kalana salah tingkah.

Kalana memukul pelan bahu Abimanyu, “Kak stop ah, ini bukan Abimanyu banget.”

Abimanyu tersenyum, ia sangat suka melihat pipi Kalana merah merona.