uwooskyes

#Selamat Hari Ibu

Malam ini bintang bertaburan di langit seakan merestui makan malam ibu dan Gazi, Kalana sengaja mereservasi tempat ini untuk dinner karena sesungguhnya Kalana sudah merencakan kejutan untuk mereka berdua.

Kalana dan Abimanyu akhirnya menginjakkan kaki di Jakarta lagi setelah hampir 1 tahun tidak pernah berkunjung ke Jakarta karena Abimanyu bekerja di luar kota.

Kalana sudah melihat kehadiran ibu dan Gazi dari jauh, ia tersenyum ketika melihat dua orang yang begitu ia sayangi sedang tertawa entah apa yang mereka tertawai.

Malam ini, Kalana dan Abimanyu membawa ketiga anaknya untuk turut hadir di perayaan hari Ibu yang ia buatkan untuk ibu kesayangannya. Salah satu pelayan sudah memberikan buket bunga yang sudah ia siapkan, ibu menerimanya dengan senyuman lebar khas ibu yang membuat Kalana menjadi terbawa suasana. Ah, ia sangat merindukan mamanya.

Setelah buket bunga, kini ibu menerima sebuah kotak berisikan cincin emas putih yang terlihat sangat indah, ibu terkejut saat menerima itu karena cincin tersebut adalah salah satu cincin yang ibu ingin waktu dulu dan tak disangka Abimanyu sudah membelikan benda itu saat ibu berbicara kepadanya bahwa ia ingin cincin itu.

Dan ini saatnya lah Kalana dan Abimanyu keluar menghampiri ibu dan Gazi, mereka tidak begitu sadar sampai akhirnya Kayla memanggil ibu, “Omaaaaaaaaa.” Kayla berlari memeluk omanya itu.

Mata Kalana bergelinang air mata, sungguh ia merindukan rumahnya. Gazi berdiri menyambut kedatangan sang adik yang sudah lama tidak ia jumpai, “Waduh waduh adik kecil ku satu ini tiba-tiba pulang,” Gazi memeluk erat Kalana tak lupa juga mengusap dan mencium kepala Kalana.

Sekarang Kalana memang sudah menjadi ibu tiga anak tapi dimata Gazi Kalana tetaplah adik kecilnya yang harus ia lindungi dan jaga kemanapun Kalana pergi.

“Ya Allah mas kamu jauh-jauh datang ke sini untuk apa toh mas.” omel ibu sembari memukul pelan Abimanyu.

Yang ditegur hanya tersenyum, sebenarnya ia tidak berniat untuk pulang hari ini karena masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan segera namun beberapa hari sebelum hari ini ia bertengkar besar dengan Kalana dan itu membuat Abimanyu merasa malu. Kalana yang meminta ia untuk luangkan waktu satu hari saja agar mereka bisa mengunjungi ibu di Jakarta, Kalana yang mempersiapkan semuanya bahkan hadiah-hadiah kecil untuk ibu. Ada satu kalimat yang membuat Abimanyu merasa sangat bersyukur sudah menikahi perempuan seperti Kalana, “Mas, kita ini emang punya banyak uang tapi bukan berarti kamu bisa seenak-enaknya sama uang mas, setiap bulan atau tahun kamu selalu ngirimin uang ke ibu dengan jumlah yang banyak tapi aku bukan permasalahin soal uangnya melainkan ibu itu kangen sama kita mas bukan sama uang kamu dan rasa kangen itu gak bisa kamu bayar pake uang mas, jadi aku mohon untuk kali ini kamu luangin waktu kamu untuk ibu, hanya untuk ibu mas.” perkataan seperti inilah yang membuat Abimanyu sadar bahwa yang ibunya butuhkan hanyalah kehadiran anaknya bukan lagi soal uang.

“Neng, terima kasih banyak ya.” ucap ibu memegang tangan Kalana.

Kalana tersenyum dan memeluk ibu, “Bu gak usah terima kasih kan kala bilang, nemuin ibu tuh udah kewajiban kita bu,”

“Kita emang udah berkeluarga sendiri tapi bukan berarti kita lupa sama rumah pertama kita.” lanjut Kalana.

“Oma senang gak kay main ke sini?” tanya Kayla—si anak tengah.

“Oh senang dong, oma bisa main-main sama kakak kay, abang saga, dan adik arsen.” jawab ibu sembari memangku Kayla.

Hari ini menjadi hari yang paling indah untuk mereka semua, ibu yang begitu senang bermain dengan cucu-cucunya dan Abimanyu yang sedang berbincang-bincang dengan Gazi, kalau Kalana hanya diam memerhatikan mereka karena sesungguhnya dirinya lah yang paling bahagia bisa bertemua lagi dengan rumahnya.

“Bunda senang?” tanya Sagara—anak pertama Kalana dan Abimanyu yang memiliki sifat mirip dengan Abimanyu.

“Seneng dong, bunda udah lama banget gak ketemu mereka, kalo abang gimana?” tanya balik Kalana.

Sagara menatap bundanya itu, “Saga seneng kalo bunda seneng, terima kasih ya bun.”

Kalana sedikit terkejut mendengarnya, “Makasih untuk apa?”

“Makasih bunda udah mau merawat saga dan adik-adik dengan baik, maafin saga suka males bantuin bunda.” tutur Sagara.

Kali ini air mata Kalana benar-benar sudah tidak bisa ditahan, ia bangga kepada anak-anaknya terutama Sagara.

“Kata temen saga hari ini hari ibu tapi saga gak punya ibu, saga punyanya bunda yang hebat dan keren,” kata Sagara.

Sagara mengeluarkan sebuah benda dari kantong celananya, “Ini untuk bunda, kemarin saga buat sama Kevin, saga cuma bisa buatin itu karena saga belum punya uang, selamat hari bunda ya bun.”

Kalana benar-benar dibuat kaget dengan Sagara pasalnya Sagara ini anak yang pendiam dan sangat cuek namun ternyata dibalik dirinya yang seperti itu ia juga memiliki sifat yang mampu membuat orang di sekitarnya meleleh.

Kalana memeluk erat Sagara sembari menangis, Abimanyu yang sadar perempuanya menangispun langsung ia dekati, “Bunda kenapa bang?”

Sagara menggendikan bahunya cuek, “Aku dikasih ini sama abang.” ucap Kalana menunjukkan origami yang berbentuk burung.

Gazi tersenyum bangga kepada keponakannya itu, “Emang keren nih laki satu.”

Abimanyu menghela nafas lega dan memeluk Sagara namun ditolak oleh Sagara, “Lebay ah peluk-peluk.”

Ibu dan Gazi tertawa mendengar penolakan itu, “Abang emang gengsian.” celetuk Kayla.

Sebagai gantinya Kalana lah yang memeluk suaminya itu, “Sini-sini kita peluk papa.”

Kayla dan Arsenal berlari memeluk kedua orang tuanya sedangkan Sagara berjalan pelan karena terpaksa, kini Kalana dan Abimanyu sedang berpelukan bersama anak-anaknya.

Gazi yang melihat ibu berkaca-kaca langsung merangkul ibu, “Ibu tenang aja masih ada Gazi.”

Gazi dan ibu merasa bangga melihat keluarga kecil Kalana dan Abimanyu karena mereka berdua berhasil menciptakan keluarga yang harmonis dan banyak kebahagiaan di dalamnnya.

“Selamat hari ibu, ibuku.” ucap Abimanyu yang memeluk erat ibu.

Tak lupa juga ia mengucapkan kepada sang istri yang kini sudah menjadi ibu dari tiga anaknya.

“Selamat hari ibu, istri cantikku.” tutur Abimanyu mencium kening Kalana.

Hari ini ditutup dengan pertunjukkan kembang api yang sudah Abimanyu siapkan, mereka semua menatap langit yang sebentar lagi akan dihiasi oleh kembang api indah. Abimanyu merangkul ibu dan Kalana, dua orang yang banyak berjasa dihidup Abimanyu.

“I love u bu, bun.” tutur Abimanyu menempelkan kepalanya kepada ibu dan Kalana.

Rasanya hari ini adalah hari terbahagia ibu, kepulangannya Abimanyu dan Kalana membuat ibu sangat bahagia. Ibu hanya berharap untuk ke depannya keluarga mereka semakin dilimpahkan rezeki berkali-kali lipat dari ini.

#Different Ways

Sore ini rumah yang biasanya sepi, sunyi, dan hening terlihat berbeda. Banyak bangku-bangku dan tenda yang sudah terpasang tak lupa juga bendera kuning yang berkibar terkena angin sepoi-sepoi.

Suara tangisan tak henti-henti bersahutan, Jessi memeluk kencang foto yang ia temukan di kamar Naresha, foto mereka berdua saat terkena hukuman ospek 2 tahun lalu.

Sedangkan Bian, ia hanya melamun, ia menangis namun dalam diam di sampingnya ada Daniel, Daniel tidak henti mengusap pundak Bian seakan-akan memberi kekuatan untuk laki-laki itu.

Naresha tinggal sendiri, kedua orang tuanya sudah pergi lebih dahulu sejak Naresha berusia 10 tahun. Sejak saat itu, ia tinggal bersama neneknya sampai ia lulus sekolah dan tak lama Naresha lulus sekolah, neneknya mengikuti jejak kedua orang tua Naresha yaitu meninggal dunia maka dari itu Naresha hanya punya diri sendiri yang bisa ia andalkan untuk melakukan semuanya.

Rasanya dunia Bian hancur seketika, ia sangat menunggu hari ini dimana ia akan bertemu dengan cinta yang ia tunggu-tunggu namun takdir lagi-lagi berkata lain. Ia harus mengikhlaskan bahwa kini cintanya tidak akan pernah datang lagi dikehidupan Bian.

Waktu tetap berjalan kini mereka semua sudah siap untuk mengantarkan Naresha ke tempat peristirahatan terakhirnya, Jessi berdiri di sebelah tante Ina—tantenya Naresha.

“Sha, lu bilang lu mau ketemu bian kan sha, hari ini kita ketemu bian sha, harusnya tadi gue aja yang jemput lu sha, tolong bangun sha!” tangisan Jessi semakin memuncak sembari memeluk nisan kayu yang bertulisan Naresha Putri Kencana.

Kini gantian, Bian yang ada di samping Naresha, ia hanya diam memandangi, mengusap, bahkan mencium nisan tersebut.

Berat untuk Bian meninggalkan tempat ini, rasanya ia ingin berada di samping Naresha selamanya.

Bukan ketidakkekalan yang membuat kita menderita. Yang membuat kita menderita adalah menginginkan hal-hal menjadi permanen, padahal itu tidak akan pernah bisa. Siapa pun yang kehilangan sesuatu yang mereka pikir milik mereka selamanya, akhirnya menyadari bahwa tidak ada yang benar-benar milik mereka.

Ada kalanya kita harus merelakan seseorang untuk pergi meninggalkan kita. Ya, kehilangan adalah salah satu proses dalam kehidupan. Mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, pasti semua manusia akan mengalaminya. Tentu kita tidak akan pernah siap untuk kehilangan orang yang kita sayang apakah itu orang tua, saudara kandung, kakek nenek, kerabat dekat, hingga sahabat, semuanya meninggalkan lubang di hati.

Semoga Bian dapat menemukan cinta yang sama seperti Naresha, begitupun sebaliknya.

Rest In Peace Naresha Putri Kencana🌹

#Selamanya?

POV Biantara


Gue bingung banget, kenapa orang-orang pada gak percaya kalo cita-cita gue sebenarnya tuh dokter, gue pengen jadi dokter bedah maka dari itu gue masuk IPA waktu SMA. Ternyata takdir berkata lain, tuhan tuh tau kalo gue jadi dokter belum tentu gue mampu soalnya gue suka becanda, kan gak lucu kalo lagi operasi tiba-tiba gue malah bikin pasien ketawa coba bayangin.

Selain gue pengen jadi dokter, gue pengen jadi penyanyi makanya sekarang gue jadi idola para kaula muda, asik gak tuh. Waktu balik dari ngeband bareng anak band gue ketemu cowok, jujur banget first impresion gue ke cowok itu buruk banget. Daniel namanya, CEO perusahaan yang sekarang menaungi gue.

Daniel dengan dandan yang sedikit 'HEBOH' tiba-tiba nahan gue buat pulang dan dia langsung nawarin gue buat masuk managementnya dia tanpa basa-basi tapi gue gak langsung jawab iya, gue gantungin dia selama 2 bulan ya emang kelamaan mikir sih tapi untungnya tawaran dia masih berlaku dan yaudah akhirnya gue masuk ke perusahaan dia.

Hari ini adalah hari first showcase mini album gue, sebelum-sebelumnya gue cuma rilis single lagu dan akhirnya dikesempatan kali ini gue memberanikan diri untuk bikin mini album yang berisikan 4 lagu, yang bikin lebih spesial adalah lagu ini ada satu lagu yang full gue bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen dari lagu tersebut.

Ngomong-ngomong soal lagu spesial, kemarin perdana gue nyanyiin lagu itu di MUFEST atau musik festival yang dimana orang yang menjadi inspirasi lagu itu tiba-tiba hadir ditengah ratusan penonton. Gue gak sengaja nangkep mata yang selama ini gue rindukan, gue langsung sadar kalo itu Naresha.

Naresha, perempuan yang selama 4 tahun ini selalu ada dibayang-bayang gue dan hari ini dia dateng sama temannya. Tentunya, gue gak akan biarinin hari ini jadi hari yang biasa aja buat Naresha, gue udah nyiapin sedikit kejutan buat dia, gue berharap dia suka dengan itu.

Bang Daniel teriak-teriak nyariin gue, “BIAN MANA?”

Gue langsung samperin dia, mukanya keliatan panik banget, “Ada apaan bang?”

“Naresha siapa lu?” tanya bang Daniel.

“Cewek gue, kenapa?” tanya balik gue yang ikutan panik.

“Lu cabut sekarang ke rumah sakit mawar Naresha kecelakaan, batalin showcase hari ini!” seru bang Daniel sambil ngasih kunci mobilnya.

Tanpa basa-basi gue lari ke parkiran dan ngendarain mobil dengan kecepatan tinggi.

Sampe rumah sakit gue langsung terobos ke resepsionis nanyain kamar atas nama Naresha.

Badan gue lemas seketika, gue bener-bener hancur ketika denger kamar apa yang ditempatin Naresha. Gue lari sekenceng-kencengnya ke arah kamar yang disebutin resepsionis tadi.

Terpampang nyata dan jelas tertulis “Kamar ICU.” gue jatuhin badan gue di bangku ruang tunggu, gue hancur, hancur banget lihat Naresha tiduran dengan banyaknya selang bahkan udah dibantu pake alat AED Defibrillator, alat pemacu detak jantung.

#Selamanya?

POV Biantara


Gue bingung banget, kenapa orang-orang pada gak percaya kalo cita-cita gue sebenarnya tuh dokter, gue pengen jadi dokter bedah maka dari itu gue masuk IPA waktu SMA. Ternyata takdir berkata lain, tuhan tuh tau kalo gue jadi dokter belum tentu gue mampu soalnya gue suka becanda, kan gak lucu kalo lagi operasi tiba-tiba gue malah bikin pasien ketawa coba bayangin.

Selain gue pengen jadi dokter, gue pengen jadi penyanyi makanya sekarang gue jadi idola para kaula muda, asik gak tuh. Waktu balik dari ngeband bareng anak band gue ketemu cowok, jujur banget first impresion gue ke cowok itu buruk banget. Daniel namanya, CEO perusahaan yang sekarang menaungi gue.

Daniel dengan dandan yang sedikit 'HEBOH' tiba-tiba nahan gue buat pulang dan dia langsung nawarin gue buat masuk managementnya dia tanpa basa-basi tapi gue gak langsung jawab iya, gue gantungin dia selama 2 bulan ya emang kelamaan mikir sih tapi untungnya tawaran dia masih berlaku dan yaudah akhirnya gue masuk ke perusahaan dia.

Hari ini adalah hari first showcase mini album gue, sebelum-sebelumnya gue cuma rilis single lagu dan akhirnya dikesempatan kali ini gue memberanikan diri untuk bikin mini album yang berisikan 4 lagu, yang bikin lebih spesial adalah lagu ini ada satu lagu yang full gue bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen dari lagu tersebut.

Ngomong-ngomong soal lagu spesial, kemarin perdana gue nyanyiin lagu itu di MUFEST atau musik festival yang dimana orang yang menjadi inspirasi lagu itu tiba-tiba hadir ditengah ratusan penonton. Gue gak sengaja nangkep mata yang selama ini gue rindukan, gue langsung sadar kalo itu Naresha.

Naresha, perempuan yang selama 4 tahun ini selalu ada dibayang-bayang gue dan hari ini dia dateng sama temannya. Tentunya, gue gak akan biarinin hari ini jadi hari yang biasa aja buat Naresha, gue udah nyiapin sedikit kejutan buat dia, gue berharap dia suka dengan itu.

Bang Daniel teriak-teriak nyariin gue, “BIAN MANA?”

Gue langsung samperin dia, mukanya keliatan panik banget, “Ada apaan bang?”

“Naresha siapa lu?” tanya bang Daniel.

“Cewek gue, kenapa?” tanya balik gue yang ikutan panik.

“Lu cabut sekarang ke rumah sakit mawar Naresha kecelakaan, batalin showcase hari ini!” seru bang Daniel sambil ngasih kunci mobilnya.

Tanpa basa-basi gue lari ke parkiran dan ngendarain mobil dengan kecepatan tinggi.

Sampe rumah sakit gue langsung terobos ke resepsionis nanyain kamar atas nama Naresha.

Badan gue lemas seketika, gue bener-bener hancur ketika denger kamar apa yang ditempatin Naresha. Gue lari sekenceng-kencengnya ke arah kamar yang disebutin resepsionis tadi.

Terpampang nyata dan jelas tertulis “Kamar ICU.” gue jatuhin badan gue di bangku ruang tunggu, gue hancur, hancur banget.

#Selamanya?

POV Biantara


Gue bingung banget, kenapa orang-orang pada gak percaya kalo cita-cita gue sebenarnya tuh dokter, gue pengen jadi dokter bedah maka dari itu gue masuk IPA waktu SMA. Ternyata takdir berkata lain, tuhan tuh tau kalo gue jadi dokter belum tentu gue mampu soalnya gue suka becanda, kan gak lucu kalo lagi operasi tiba-tiba gue malah bikin pasien ketawa coba bayangin.

Selain gue pengen jadi dokter, gue pengen jadi penyanyi makanya sekarang gue jadi idola para kaula muda, asik gak tuh. Waktu balik dari ngeband bareng anak band gue ketemu cowok, jujur banget first impresion gue ke cowok itu buruk banget. Daniel namanya, CEO perusahaan yang sekarang menaungi gue.

Daniel dengan dandan yang sedikit 'HEBOH' tiba-tiba nahan gue buat pulang dan dia langsung nawarin gue buat masuk managementnya dia tanpa basa-basi tapi gue gak langsung jawab iya, gue gantungin dia selama 2 bulan ya emang kelamaan mikir sih tapi untungnya tawaran dia masih berlaku dan udah deh akhirnya gue masuk ke perusahaan dia.

Hari ini adalah hari first showcase mini album gue, sebelum-sebelumnya gue cuma rilis single lagu dan akhirnya dikesempatan kali ini gue memberanikan diri untuk bikin mini album yang berisikan 4 lagu, yang bikin lebih spesial adalah lagu ini ada satu lagu yang full gue bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen dari lagu tersebut.

Ngomong-ngomong soal lagu spesial, kemarin perdana gue nyanyiin lagu itu di MUFEST atau musik festival yang dimana orang yang menjadi inspirasi lagu itu tiba-tiba hadir ditengah ratusan penonton. Gue gak sengaja nangkep mata yang selama ini gue rindukan, gue langsung sadar kalo itu Naresha.

Naresha, perempuan yang selama 4 tahun ini selalu ada dibayang-bayang gue dan hari ini dia dateng sama temannya. Tentunya, gue gak akan biarinin hari ini jadi hari yang biasa aja buat Naresha, gue udah nyiapin sedikit kejutan buat dia, gue berharap dia suka dengan itu.

Bang Daniel teriak-teriak nyariin gue, “BIAN MANA?”

Gue langsung samperin dia, mukanya keliatan panik banget, “Ada apaan bang?”

“Naresha siapa lu?” tanya bang Daniel.

“Cewek gue, kenapa?” tanya balik gue yang ikutan panik.

“Lu cabut sekarang ke rumah sakit mawar Naresha kecelakaan, batalin showcase hari ini!” seru bang Daniel sambil ngasih kunci mobilnya.

Tanpa basa-basi gue lari ke parkiran dan ngendarain mobil dengan kecepatan tinggi.

Sampe rumah sakit gue langsung terobos ke resepsionis nanyain kamar atas nama Naresha.

Badan gue lemas seketika, gue bener-bener hancur ketika denger kamar apa yang ditempatin Naresha. Gue lari sekenceng-kencengnya ke arah kamar yang disebutin resepsionis tadi.

Terpampang nyata dan jelas tertulis “Kamar ICU.” gue jatuhin badan gue di bangku ruang tunggu, gue hancur, hancur banget.

#Mata yang dirindukan

POV Naresha


4 tahun lalu, gue ikut olimpiade sains bareng sama cowok yang tadinya gue gak kenal sama sekali sama dia. Namanya, Biantara.

Kita sama-sama baru kenal karena olimpiade, persiapan olimpiade tuh cuma 2 bulan tapi kita udah sedeket itu bahkan dia udah naruh perasaan ke gue. Ah, gue juga sih hehe. Ya tapi endingnya juga jadi asing, terlalu rumit kalo gue tetep maksain deket sama Bian.

Hari ini, gue beraniin diri buat nonton dia, bener kata Jessi gue itu bukan tipe orang yang suka nonton konser lebih tepatnya gue gak suka ada di keramaian.

“Lu yakin mau nonton?” Jessi mastiin lagi.

Gue ngangguk dalem hati ngeyakinin diri gue sendiri kalo gue bisa lewatin hari ini.

Pas sampe tempatnya, gue sedikit kaget karena gak terlalu rame eh apa karena ini masih sore kali ya makanya belum terlalu rame.

“Ini emang sepi jes?” tanya gue yang keliatan bingung.

“Nanti juga bakalan rame sha,” jawab Jessi sambil megang tangan gue, Jessi emang udah kebiasaan gandeng-gandeng tangan gue apalagi kalo lagi ada di keramaian.

“Lu mau di depan apa gimana?” tanya Jessi.

Gue mikir dulu, kalo di depan banget nanti Bian ngenalin gue lagi, duh jangan sampe dia tau gue nonton dia.

“Tengah aja, gak depan banget atau belakang banget.” jawab gue dengan santai sesekali gue mantau keadaan.

Langitpun mulai gelap dan iringan musik mulai terdengar, gue dan Jessi buru-buru ngambil tempat yang cocok untuk nonton.

Gue ke sini cuma mau liat Bian, kangen aja, beda kan rasanya ketemu langsung sama ngeliat difoto.

MCnya udah naik ke panggung dan menyapa seluruh penonton, gue diam, gue bener-bener gak buka mulut sama sekali.

“Enjoy aja sha, jangan dibawa bete.” saran Jessi yang udah berpuluh-puluh kali dikeluarkan setiap kali dia ngeliat gue mulai gak nyaman dengan situasi tertentu.

Sampai akhirnya semua orang teriak satu nama yang gue tunggu-tunggu.

“BIAN BIAN BIAN BIAN!” seru seluruh penonton.

Ini mereka semua fans nya Bian kah?

“Ah anjir Bian cakep banget bil tadi gue gak sengaja ketemu di booth totebag.” kata cewek samping gue.

Kok gue makin deg-deg an ya, gue jadi makin penasaran seberubah apa Bian.

“Oke karena daritadi kalian udah excited sama satu cowok ganteng guest kita hari ini jadi kita sambut aja ya BIANTARA.” ucap MC tersebut.

Keadaan mulai gak kondusif, ricuh banget kaya mau tawuran. Bian ini pake pelet apa sih kok bisa-bisanya semua orang tergila-gila liat Bian.

“Malam semuanya!” sapa Bian.

“MALAM BIAN.” ucap perempuan sebelah kiri.

“MALAM PACARKU.” ucap perempuan sebelah gue.?????

Pacar lu darimana, itu cowok gue njir..... fyuh.

“Kalo mau senyum mah senyum aja sha.” goda Jessi.

Gue nyikut Jessi pelan, “Gila ih.”

Tapi emang sih gue pengen senyum, gue bersyukur banget dia baik-baik aja. Kayaknya sih baik-baik aja ya.

“Diem dulu dong diem, gue kapan ngomongnya kalo rame gitu,” pinta Bian.

Setelah Bian minta diem, mereka semua jadi diem dan hening. Gila the power of Bian kali ya ini.

“Gue kan udah bilang beberapa hari yang lalu kalo hari ini mau nyanyiin satu lagu yang spesial,” lanjut Bian.

Bian matanya kaya lagi nyari orang dan gue refleks nunduk dan tiba-tiba aja jantung gue berdegup kencang.

“Lagu ini gue yang bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen lagu tersebut. Spesialnya bukan hanya itu tapi lagu ini gue persembahkan buat perempuan yang sampai saat ini masih ada di hati gue, perempuan itu punya ruang tersendiri di hati gue.” tambah Bian.

Lagunya buat gue? hah masa iya dia masih gamon sama gue.

“Sha, naikin kepala lu!” Jessi nyuruh gue ngangkat kepala gue duh gue takut Bian liat gue.

Pelan-pelan gue angkat kepala, DEG . Bener aja mata gue dan mata Bian ketemu, kita saling tatap satu sama lain.

Ah shit. Ini Bian bisa tau gue nonton.

#Mata yang dirindukan

POV Naresha


4 tahun lalu, gue ikut olimpiade sains bareng sama cowok yang tadinya gue gak kenal sama sekali sama dia. Namanya, Biantara.

Kita sama-sama baru kenal karena olimpiade, persiapan olimpiade tuh cuma 2 bulan tapi kita udah sedeket itu bahkan dia udah naruh perasaan ke gue. Ah, gue juga sih hehe. Ya tapi endingnya juga jadi asing, terlalu rumit kalo gue tetep maksain deket sama Bian.

Hari ini, gue beraniin diri buat nonton dia, bener kata Jessi gue itu bukan tipe orang yang suka nonton konser lebih tepatnya gue gak suka ada di keramaian.

“Lu yakin mau nonton?” Jessi mastiin lagi.

Gue ngangguk dalem hati ngeyakinin diri gue sendiri kalo gue bisa lewatin hari ini.

Pas sampe tempatnya, gue sedikit kaget karena gak terlalu rame eh apa karena ini masih sore kali ya makanya belum terlalu rame.

“Ini emang sepi jes?” tanya gue yang keliatan bingung.

“Nanti juga bakalan rame sha,” jawab Jessi sambil megang tangan gue, Jessi emang udah kebiasaan gandeng-gandeng tangan gue apalagi kalo lagi ada di keramaian.

“Lu mau di depan apa gimana?” tanya Jessi.

Gue mikir dulu, kalo di depan banget nanti Bian ngenalin gue lagi, duh jangan sampe dia tau gue nonton dia.

“Tengah aja, gak depan banget atau belakang banget.” jawab gue dengan santai sesekali gue mantau keadaan.

Langitpun mulai gelap dan iringan musik mulai terdengar, gue dan Jessi buru-buru ngambil tempat yang cocok untuk nonton.

Gue ke sini cuma mau liat Bian, kangen aja, beda kan rasanya ketemu langsung sama ngeliat difoto.

MCnya udah naik ke panggung dan menyapa seluruh penonton, gue diam, gue bener-bener gak buka mulut sama sekali.

“Enjoy aja sha, jangan dibawa bete.” saran Jessi yang udah berpuluh-puluh kali dikeluarkan setiap kali dia ngeliat gue mulai gak nyaman dengan situasi tertentu.

Sampai akhirnya semua orang teriak satu nama yang gue tunggu-tunggu.

“BIAN BIAN BIAN BIAN!” seru seluruh penonton.

Ini mereka semua fans nya Bian kah?

“Ah anjir Bian cakep banget bil tadi gue gak sengaja ketemu di booth totebag.” kata cewek samping gue.

Kok gue makin deg-deg an ya, gue jadi makin penasaran seberubah apa Bian.

“Oke karena daritadi kalian udah excited sama satu cowok ganteng guest kita hari ini jadi kita sambut aja ya BIANTARA.” ucap MC tersebut.

Keadaan mulai gak kondusif, ricuh banget kaya mau tawuran. Bian ini pake pelet apa sih kok bisa-bisanya semua orang tergila-gila liat Bian.

“Malam semuanya!” sapa Bian.

“MALAM BIAN.” ucap perempuan sebelah kiri.

“MALAM PACARKU.” ucap perempuan sebelah gue.?????

Pacar lu darimana, itu cowok gue njir..... fyuh.

“Kalo mau senyum mah senyum aja sha.” goda Jessi.

Gue nyikut Jessi pelan, “Gila ih.”

Tapi emang sih gue pengen senyum, gue bersyukur banget dia baik-baik aja. Kayaknya sih baik-baik aja ya.

“Diem dulu dong diem, gue kapan ngomongnya kalo rame gitu,” pinta Bian.

Setelah Bian minta diem, mereka semua jadi diem dan hening. Gila the power of Bian kali ya ini.

“Gue kan udah bilang beberapa hari yang lalu kalo hari ini mau nyanyiin satu lagu yang spesial,” lanjut Bian.

Bian matanya kaya lagi nyari orang dan gue refleks nunduk dan tiba-tiba aja jantung gue berdegup kencang.

“Lagu ini gue yang bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen lagu tersebut. Spesialnya bukan hanya itu tapi lagu ini gue persembahkan buat perempuan yang sampai saat ini masih ada di hati gue, perempuan itu punya ruang tersendiri di hati gue.” tambah Bian.

Lagunya buat gue? hah masa iya dia masih gamon sama gue.

“Sha, naikin kepala lu!” Jessi nyuruh gue ngangkat kepala gue duh gue takut Bian liat gue.

Pelan-pelan gue angkat kepala, DEG. Bener aja mata gue dan mata Bian ketemu, kita saling tatap satu sama lain.

Ah shit. Ini Bian bisa tau gue nonton.

#Mata yang dirindukan

POV Naresha


4 tahun lalu, gue ikut olimpiade sains bareng sama cowok yang tadinya gue gak kenal sama sekali sama dia. Namanya, Biantara.

Kita sama-sama baru kenal karena olimpiade, persiapan olimpiade tuh cuma 2 bulan tapi kita udah sedeket itu bahkan dia udah naruh perasaan ke gue. Ah, gue juga sih hehe. Ya tapi endingnya juga jadi asing, terlalu rumit kalo gue tetep maksain deket sama Bian.

Hari ini, gue beraniin diri buat nonton dia, bener kata Jessi gue itu bukan tipe orang yang suka nonton konser lebih tepatnya gue gak suka ada di keramaian.

“Lu yakin mau nonton?” Jessi mastiin lagi.

Gue ngangguk dalem hati ngeyakinin diri gue sendiri kalo gue bisa lewatin hari ini.

Pas sampe tempatnya, gue sedikit kaget karena gak terlalu rame eh apa karena ini masih sore kali ya makanya belum terlalu rame.

“Ini emang sepi jes?” tanya gue yang keliatan bingung.

“Nanti juga bakalan rame sha,” jawab Jessi sambil megang tangan gue, Jessi emang udah kebiasaan gandeng-gandeng tangan gue apalagi kalo lagi ada di keramaian.

“Lu mau di depan apa gimana?” tanya Jessi.

Gue mikir dulu, kalo di depan banget nanti Bian ngenalin gue lagi, duh jangan sampe dia tau gue nonton dia.

“Tengah aja, gak depan banget atau belakang banget.” jawab gue dengan santai sesekali gue mantau keadaan.

Langitpun mulai gelap dan iringan musik mulai terdengar, gue dan Jessi buru-buru ngambil tempat yang cocok untuk nonton.

Gue ke sini cuma mau liat Bian, kangen aja, beda kan rasanya ketemu langsung sama ngeliat difoto.

MCnya udah naik ke panggung dan menyapa seluruh penonton, gue diam, gue bener-bener gak buka mulut sama sekali.

“Enjoy aja sha, jangan dibawa bete.” saran Jessi yang udah berpuluh-puluh kali dikeluarkan setiap kali dia ngeliat gue mulai gak nyaman dengan situasi tertentu.

Sampai akhirnya semua orang teriak satu nama yang gue tunggu-tunggu.

“BIAN BIAN BIAN BIAN!” seru seluruh penonton.

Ini mereka semua fans nya Bian kah?

“Ah anjir Bian cakep banget bil tadi gue gak sengaja ketemu di booth totebag.” kata cewek samping gue.

Kok gue makin deg-deg an ya, gue jadi makin penasaran seberubah apa Bian.

“Oke karena daritadi kalian udah excited sama satu cowok ganteng guest kita hari ini jadi kita sambut aja ya BIANTARA.” ucap MC tersebut.

Keadaan mulai gak kondusif, ricuh banget kaya mau tawuran. Bian ini pake pelet apa sih kok bisa-bisanya semua orang tergila-gila liat Bian.

“Malam semuanya!” sapa Bian.

“MALAM BIAN.” ucap perempuan sebelah kiri.

“MALAM PACARKU.” ucap perempuan sebelah gue.?????

Pacar lu darimana, itu cowok gue njir..... fyuh.

“Kalo mau senyum mah senyum aja sha.” goda Jessi.

Gue nyikut Jessi pelan, “Gila ih.”

Tapi emang sih gue pengen senyum, gue bersyukur banget dia baik-baik aja. Kayaknya sih baik-baik aja ya.

“Diem dulu dong diem, saya kapan ngomongnya kalo rame gitu,” pinta Bian.

Setelah Bian minta diem, mereka semua jadi diem dan hening. Gila the power of Bian kali ya ini.

“Saya kan udah bilang beberapa hari yang lalu kalo saya hari ini mau nyanyiin satu lagu yang spesial,” lanjut Bian.

Bian matanya kaya lagi nyari orang dan gue refleks nunduk dan tiba-tiba aja jantung gue berdegup kencang.

“Lagu ini gue yang bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen lagu tersebut. Spesialnya bukan hanya itu tapi lagu ini gue persembahkan buat perempuan yang sampai saat ini masih ada di hati gue, perempuan itu punya ruang tersendiri di hati gue.” tambah Bian.

Lagunya buat gue? hah masa iya dia masih gamon sama gue.

“Sha, naikin kepala lu!” Jessi nyuruh gue ngangkat kepala gue duh gue takut Bian liat gue.

Pelan-pelan gue angkat kepala, DEG. Mata gue dan mata Bian ketemu, kita saling tatap satu sama lain.

Ah shit. Ini Bian bisa tau gue nonton.

#Mata yang dirindukan

/POV Naresha/

4 tahun lalu, gue ikut olimpiade sains bareng sama cowok yang tadinya gue gak kenal sama sekali sama dia. Namanya, Biantara.

Kita sama-sama baru kenal karena olimpiade, persiapan olimpiade tuh cuma 2 bulan tapi kita udah sedeket itu bahkan dia udah naruh perasaan ke gue. Ah, gue juga sih hehe. Ya tapi endingnya juga jadi asing, terlalu rumit kalo gue tetep maksain deket sama Bian.

Hari ini, gue beraniin diri buat nonton dia, bener kata Jessi gue itu bukan tipe orang yang suka nonton konser lebih tepatnya gue gak suka ada di keramaian.

“Lu yakin mau nonton?” Jessi mastiin lagi.

Gue ngangguk dalem hati ngeyakinin diri gue sendiri kalo gue bisa lewatin hari ini.

Pas sampe tempatnya, gue sedikit kaget karena gak terlalu rame eh apa karena ini masih sore kali ya makanya belum terlalu rame.

“Ini emang sepi jes?” tanya gue yang keliatan bingung.

“Nanti juga bakalan rame sha,” jawab Jessi sambil megang tangan gue, Jessi emang udah kebiasaan gandeng-gandeng tangan gue apalagi kalo lagi ada di keramaian.

“Lu mau di depan apa gimana?” tanya Jessi.

Gue mikir dulu, kalo di depan banget nanti Bian ngenalin gue lagi, duh jangan sampe dia tau gue nonton dia.

“Tengah aja, gak depan banget atau belakang banget.” jawab gue dengan santai sesekali gue mantau keadaan.

Langitpun mulai gelap dan iringan musik mulai terdengar, gue dan Jessi buru-buru ngambil tempat yang cocok untuk nonton.

Gue ke sini cuma mau liat Bian, kangen aja, beda kan rasanya ketemu langsung sama ngeliat difoto.

MCnya udah naik ke panggung dan menyapa seluruh penonton, gue diam, gue bener-bener gak buka mulut sama sekali.

“Enjoy aja sha, jangan dibawa bete.” saran Jessi yang udah berpuluh-puluh kali dikeluarkan setiap kali dia ngeliat gue mulai gak nyaman dengan situasi tertentu.

Sampai akhirnya semua orang teriak satu nama yang gue tunggu-tunggu.

“BIAN BIAN BIAN BIAN!” seru seluruh penonton.

Ini mereka semua fans nya Bian kah?

“Ah anjir Bian cakep banget bil tadi gue gak sengaja ketemu di booth totebag.” kata cewek samping gue.

Kok gue makin deg-deg an ya, gue jadi makin penasaran seberubah apa Bian.

“Oke karena daritadi kalian udah excited sama satu cowok ganteng guest kita hari ini jadi kita sambut aja ya BIANTARA.” ucap MC tersebut.

Keadaan mulai gak kondusif, ricuh banget kaya mau tawuran. Bian ini pake pelet apa sih kok bisa-bisanya semua orang tergila-gila liat Bian.

“Malam semuanya!” sapa Bian.

“MALAM BIAN.” ucap perempuan sebelah kiri.

“MALAM PACARKU.” ucap perempuan sebelah gue.?????

Pacar lu darimana, itu cowok gue njir..... fyuh.

“Kalo mau senyum mah senyum aja sha.” goda Jessi.

Gue nyikut Jessi pelan, “Gila ih.”

Tapi emang sih gue pengen senyum, gue bersyukur banget dia baik-baik aja. Kayaknya sih baik-baik aja ya.

“Diem dulu dong diem, saya kapan ngomongnya kalo rame gitu,” pinta Bian.

Setelah Bian minta diem, mereka semua jadi diem dan hening. Gila the power of Bian kali ya ini.

“Saya kan udah bilang beberapa hari yang lalu kalo saya hari ini mau nyanyiin satu lagu yang spesial,” lanjut Bian.

Bian matanya kaya lagi nyari orang dan gue refleks nunduk dan tiba-tiba aja jantung gue berdegup kencang.

“Lagu ini gue yang bikin sendiri, dari lirik maupun aransemen lagu tersebut. Spesialnya bukan hanya itu tapi lagu ini gue persembahkan buat perempuan yang sampai saat ini masih ada di hati gue, perempuan itu punya ruang tersendiri di hati gue.” tambah Bian.

Lagunya buat gue? hah masa iya dia masih gamon sama gue.

“Sha, naikin kepala lu!” Jessi nyuruh gue ngangkat kepala gue duh gue takut Bian liat gue.

Pelan-pelan gue angkat kepala, DEG. Mata gue dan mata Bian ketemu, kita saling tatap satu sama lain.

Ah shit. Ini Bian bisa tau gue nonton.

#Tamu Tak Diundang

Kini semua mata mereka tertuju pada orang yang baru saja datang yaitu Amara dan keluarga.

“Ada yang undang kalian?” tanya dengan sinis salah satu perempuan tua.

“Kita mau ketemu oma dan opa.” jawab mami.

“Tapi kalian gak diundang, mending pulang.” ketus tante Rahma—perempuan tua tadi.

Mami masuk ke dalam rumah itu tanpa menghiraukan larangan dari tante Rahma, Amara dan Adel hanya mengekor mami, sungguh mereka berdua bingung mengatasi permasalahan ini bagaimana.

“Naya?” oma terkejut melihat kedatangan keluarga Amara.

“Ngapain kamu ke sini?” tanya oma.

Mami mengeluarkan berkas-berkas dan memberi berkas tersebut kepada oma, “Silakan baca sendiri.”

“MAKSUD KALIAN APA? TIDAK MUNGKIN ANAK SAYA SEPERTI INI.” bentak oma.

“Ada apa?” tanya opa yang baru saja datang dan mengambil berkas yang berada di tangan oma.

“Apa yang anda lihat itu benar, anak kalian sudah menjual ANAK SAYA KEPADA LAWAN BISNISNYA, apa saya harus diam saja?” ucap Mami yang sudah berusaha menahan amarahnya.

Adel mengenggam tangan mami, “Saya yang pertama ditawarkan mengenai hal itu, ia berbicara bahwa saya akan dijodohkan oleh anak dari bapak tersebut, saya disuruh baca kontrak itu dan saya menemukan banyak hal janggal,”

“Dari beberapa poin yang saya baca, poin ke 4 adalah poin terjahat menurut saya, poin ke 4 tertulis bahwa ketika saya sudah menikah dengan orang tersebut saya akan dibawa ke tempat yang keluarga saya pun tidak boleh tahu mengenai tempat itu lalu papa saya akan diberi uang senilai 500 juta sebagai imbalan karena mau menikahi anaknya dengan laki-laki yang tidak pernah kami kenal,” jelas Adel.

“Bukankah itu namanya menjual anak?” tanya Adel kepada semua orang yang kini memandangi keluarga Amara.

“Bukannya kalian memang serendah itu?” cibir tante Rahma

“Jaga mulut kamu ya Rahma, selama menikah berbelas-belas tahun tanpa restu dari kalian apa pernah saya mengemis-ngemis kepada kalian semua? tidak kan, saya tidak pernah datang ke sini kecuali hari ini,” murka Mami.

“Saya hanya ingin memberi tahu kelakuan bejat anak kesayangan kalian, saya pikir suami saya akan berbeda dengan kalian nyatanya sama, sama-sama berkelakuan sampah!” seru Mami.

Tante Rahma mengangkat tangannya seperti ingin menampar Mami namun Adel dengan cepat menahan tangan itu, “Lo sentuh mami gue, gue gak akan segan-segan bales kelakuan lo ya.”

“Saya dan anak ibu sekarang sudah selesai dan tolong katakan pada anak ibu jangan berani-beraninya muncul ditengah-tengah keluarga kami.” tegas Mami seraya menarik tangan Adel dan Amara keluar dari rumah tersebut.

Dimobil, Amara terus-terusan menangis, ia tidak banyak berbicara dihadapan mereka semua, ia hanya diam seribu kata menyaksikan keributan tadi, ia marah pada dirinya mengapa ia begitu lemah dan takut menghadapi masalah seperti ini.

“Ra udah anjing jangan nangis.” tegur Adel.

“Kakak mulutnya!” seru Mami.

“Duh iya maaf mi, ra udah ra udah selesai udah gapapa udah udah.” ucap Adel.

“Maafin Aline ya mi, maafin Aline.” sesal Amara.

Mami memeluk kedua anak perempuannya, “Mami yang harusnya minta maaf sayang, yuk sekarang kita lanjutin hidupnya bertiga aja, gapapa ya?”

Amara dan Adel mengangguk seakan mengerti dan menerima, Amara masih tidak menyangka keluarganya akan berakhir seperti ini, berakhir karena persoalan uang dan bisnis.