#Tamu Tak Diundang

Kini semua mata mereka tertuju pada orang yang baru saja datang yaitu Amara dan keluarga.

“Ada yang undang kalian?” tanya dengan sinis salah satu perempuan tua.

“Kita mau ketemu oma dan opa.” jawab mami.

“Tapi kalian gak diundang, mending pulang.” ketus tante Rahma—perempuan tua tadi.

Mami masuk ke dalam rumah itu tanpa menghiraukan larangan dari tante Rahma, Amara dan Adel hanya mengekor mami, sungguh mereka berdua bingung mengatasi permasalahan ini bagaimana.

“Naya?” oma terkejut melihat kedatangan keluarga Amara.

“Ngapain kamu ke sini?” tanya oma.

Mami mengeluarkan berkas-berkas dan memberi berkas tersebut kepada oma, “Silakan baca sendiri.”

“MAKSUD KALIAN APA? TIDAK MUNGKIN ANAK SAYA SEPERTI INI.” bentak oma.

“Ada apa?” tanya opa yang baru saja datang dan mengambil berkas yang berada di tangan oma.

“Apa yang anda lihat itu benar, anak kalian sudah menjual ANAK SAYA KEPADA LAWAN BISNISNYA, apa saya harus diam saja?” ucap Mami yang sudah berusaha menahan amarahnya.

Adel mengenggam tangan mami, “Saya yang pertama ditawarkan mengenai hal itu, ia berbicara bahwa saya akan dijodohkan oleh anak dari bapak tersebut, saya disuruh baca kontrak itu dan saya menemukan banyak hal janggal,”

“Dari beberapa poin yang saya baca, poin ke 4 adalah poin terjahat menurut saya, poin ke 4 tertulis bahwa ketika saya sudah menikah dengan orang tersebut saya akan dibawa ke tempat yang keluarga saya pun tidak boleh tahu mengenai tempat itu lalu papa saya akan diberi uang senilai 500 juta sebagai imbalan karena mau menikahi anaknya dengan laki-laki yang tidak pernah kami kenal,” jelas Adel.

“Bukankah itu namanya menjual anak?” tanya Adel kepada semua orang yang kini memandangi keluarga Amara.

“Bukannya kalian memang serendah itu?” cibir tante Rahma

“Jaga mulut kamu ya Rahma, selama menikah berbelas-belas tahun tanpa restu dari kalian apa pernah saya mengemis-ngemis kepada kalian semua? tidak kan, saya tidak pernah datang ke sini kecuali hari ini,” murka Mami.

“Saya hanya ingin memberi tahu kelakuan bejat anak kesayangan kalian, saya pikir suami saya akan berbeda dengan kalian nyatanya sama, sama-sama berkelakuan sampah!” seru Mami.

Tante Rahma mengangkat tangannya seperti ingin menampar Mami namun Adel dengan cepat menahan tangan itu, “Lo sentuh mami gue, gue gak akan segan-segan bales kelakuan lo ya.”

“Saya dan anak ibu sekarang sudah selesai dan tolong katakan pada anak ibu jangan berani-beraninya muncul ditengah-tengah keluarga kami.” tegas Mami seraya menarik tangan Adel dan Amara keluar dari rumah tersebut.

Dimobil, Amara terus-terusan menangis, ia tidak banyak berbicara dihadapan mereka semua, ia hanya diam seribu kata menyaksikan keributan tadi, ia marah pada dirinya mengapa ia begitu lemah dan takut menghadapi masalah seperti ini.

“Ra udah anjing jangan nangis.” tegur Adel.

“Kakak mulutnya!” seru Mami.

“Duh iya maaf mi, ra udah ra udah selesai udah gapapa udah udah.” ucap Adel.

“Maafin Aline ya mi, maafin Aline.” sesal Amara.

Mami memeluk kedua anak perempuannya, “Mami yang harusnya minta maaf sayang, yuk sekarang kita lanjutin hidupnya bertiga aja, gapapa ya?”

Amara dan Adel mengangguk seakan mengerti dan menerima, Amara masih tidak menyangka keluarganya akan berakhir seperti ini, berakhir karena persoalan uang dan bisnis.