Jiwa sedang bersiap-siap untuk pergi ke Bandung karena ia dan bundanya diminta untuk datang ke rumah neneknya,entah ada apa yang jelas ini sangat mendadak sekali tadinya ia ingin memperbaiki hubungan dengan kekasihnya itu namun ternyata ada hal lain yang lebih penting.
Selama di perjalanan,bunda selalu ingat pada Abin, “Gara,bagaimana hubungan mu?”
Jiwa menjawab dengan santai seakan-akan memang ia sudah berbaikan, “Ya baik-baik aja si bun.”
Bunda mengucap Alhamdulillah,memang bunda sangat menyukai Abin dan Abin pun sudah menganggap bunda seperti orang tuanya sendiri.
Sesampainya mereka di Bandung,tanpa basa-basi nenek pun berbicara, “Gara kamu ini cucu nenek yang pertama kamu juga seorang lelaki dan sebaiknya kamu ikuti perkataan nenek ini.”
Jiwa yang terlihat bingung pun bertanya apa yang dimaksud nenek, “Maksud nenek?
“Kamu sekolah di luar ya sekalian belajar bisnis bersama adiknya ayah mu karena bagaimanapun kamu anaknya dan berhak untuk menjadi pemegang perusahaan keluarga kita.” kata nenek Jiwa.
Jiwa terkejut bukan main yang ada dipikirannya saat ini adalah Abin bagaimana Abin kalau ia tahu bahwa mereka tidak jadi sekampus dan akan berhubungan jarak jauh.
“Ma,apa gak bisa nanti dulu.” tawar bunda Jiwa.
Nenek Jiwa menggeleng-geleng kepala seakan-akan tidak menyetujui, “Apa-apaan kamu kapan lagi loh Gara belajar bisnis selagi dia masih muda ini.”
“Nek tapi Gara lebih suka di sini kuliah di sini lagian kampus Gara kampus bagus juga nek.” ucap Jiwa.
“Kamu tidak bisa menolak Gara,sudah ikuti saja.” tutur nenek Jiwa.
“Waktu kamu 2 minggu lagi sebaiknya persiapkan semuanya sekarang.” kata nenek Jiwa.
Jiwa menghela nafas dan memutar balik badannya berjalan ke arah kolam ikan yang ada di belakang rumah.
Bunda menghampiri Jiwa yang sedang melamun, “Maafin bunda nak...”
“Bukan salah bunda kok. Gapapa Gara pergi ya bun.” izin Jiwa.
“Kamu tidak terpaksa Gara?” tanya bunda.
“Sedikit tapi kalo aku ngebantah malah jadi masalah kan bun.” jawab Jiwa menatap sang bunda.
“Bun tolong titip Abin ya,Gara masih ada waktu dua minggu jadi lumayan lah.” kata Jiwa.
Bunda mengusap kepala anak laki-lakinya yang kini sudah makin dewasa dalam menghadapi masalah,bunda terlihat bangga pada anak satu-satunya ini.
Setelah pulang dari Bandung,Jiwa langsung buru-buru menghubungi Dina untuk mengajak kerja sama atas ide gila seorang Jiwasyagara Purnama.