#Ini Harinya
Hari ini adalah jadwal Abin pergi ke London untuk liburan,baru Aca yang datang untuk menemani Abin sedangkan Zee dan Odine masih dalam perjalanan.
Aca menatap Abin dengan tatapan sendu seperti ia tidak mau Abin pergi, “Beneran mau pergi ya Bin?”
Abin menatap balik ke arah Aca, “Jangan bikin gue gagal pergi deh.”
Aca tertawa kecil, “Itu emang niatnya.”
Abin menarik tangan Aca agar ia bisa menggenggamnya, “Ca lo berhak dapetin yang lebih baik dari gue, kalo kaya gini gue malah yang merasa gak pantes buat lo.”
Aca menggenggam balik tangan Abin, “Gue sayang sama lo tulus bin, mau berapa tahun nanti kedepan gue akan nunggu lo.”
Abin tersentuh dengan perkataan Aca namun ia masih takut,takut memulai semuanya dengan yang baru.
Jiwa sendirian sedang menunggu Dina dan katanya ia berangkat bersama pacar barunya,bunda Jiwa tidak bisa mengantarkan karena ada hal lain yang harus cepat-cepat diurus.
Jiwa menatap foto Abin yang kini masih tersimpan diponselnya, “Aku tau aku bikin kamu sedih banget Bin,setelah pertemuan kita kemarin itu malah bikin aku makin sakit,makin susah buat ngelepas kamu di sini.” ucap batinnya.
“Kasian banget cuy gamon.” kata Dina yang tiba-tiba duduk di samping Jiwa.
Jiwa menengok kanan kiri seakan-akan mencari orang, “Cowo lo mana?”
Dina menunjuk ke arah Jiwa, “Itu cowo gue.”
Jiwa menghela nafas, “Sialan gue kira beneran.”
Dina tertawa,ia merapikan rambut Jiwa yang sedikit berantakan, “Di sana lo harus bahagia ya Jiw,jangan pikirin Abin,” ucap Dina, “Abin di sini pasti juga bahagia soalnya masih ada Aca,tapi lo di sana sendiri jadi lo harus bahagia sama diri lo sendiri.”
Jiwa menatap mantan kekasihnya itu, “Haha iya bawel.”
“Lo berangkat jam berapa?” tanya Dina.
“Jam 4 sore an deh.” jawab Jiwa.
“Lo udah makan?” tanya Dina lagi.
“Belum si,ayo makan deh.” jawab Jiwa.
Dina mengeluarkan sesuatu dari tasnya, “Nih makan,” ucap Dina, “gue yang masak ni,makanan kesukaan lo kan.”
Jiwa tersenyum,Dina masih mengingat makanan kesukaannya. Jiwa makan dengan lahap tapi ia merindukan masakan buatan Abin. Rasanya sakit sekali sama-sama rindu namun terhalang oleh sesuatu yang tidak bisa runtuh.
Kini Abin sudah harus check-in karena sedikit lagi ia harus boarding,sedari tadi Zee sudah menangis ia ditenangkan oleh Aca,Zee merasa sangat kehilangan karena Zee memang lebih dekat dengan Abin berbeda dengan Odine,Odine lebih banyak menghabiskan waktu di studio karena tuntutan pekerjaan dibanding ia bermain bersama teman-temannya.
Abin memeluk Zee dengan erat sambil mengusap punggungnya, “Udah ih jangan nangis gue 2 bulan doang Zee.”
Setelah itu ia berpelukan dengan Odine, “Heh jangan sibuk sama kerjaan mulu sesekali ajak Zee main.”
Odine tersenyum, “Lo juga ya di sana harus bahagia-bahagia deh pokoknya.”
Selanjutnya yang ia peluk adalah lelaki baik nan tulus siapa lagi kalau bukan Aca, “Jangan sibuk main,Zee tu kesepian makanya gue selalu main sama dia,jangan lupa juga buat jaga diri dan Zee.”
“Iya tenang aja jangan khawatirin kita di sini,lo baik-baik aja pokoknya deh di sana.” ucap Aca.
Ada Arthur di sana,ketua osis angkatan Abin, “Thur jagain Odine loh ya,awas aja nyakitin dia.”
Arthur tersenyum saja tanpa menjawab perkataan Abin.
Abin membawa kopernya dan melambaikan tangan seakan-akan menjadi tanda perpisahan untuk mereka.
Jiwa berpamitan pada Dina, “Lo jaga diri baik-baik Din,jangan lupa lo makan,jangan minta tolong sama orang yang lo gak kenal.”
Dina memeluk Jiwa dengan sangat erat untuk terakhir kalinya, “Lo akan selalu jadi orang terindah yang pernah ada Jiw.”
Jiwa mengelus kepala Dina, “Makasih udah mau bantuin gue,gue titip ini.”
Jiwa memberi kotak kecil kepada Dina, “Buat Abin?”
Jiwa mengangguk, “Yaudah gue pamit,gue pergi dulu.”
Jiwa berjalan ke arah di mana ia harus berada tak lupa juga Jiwa melambai ke arah Dina.
“Aku pergi Ay,maafin aku. Aku sayang kamu apapun yang terjadi.” ucap batin Jiwa.